Kisah Bocah-bocah Manusia Silver Berpeluh Mengais Rupiah di Jalanan, Kasihan, Ada Yang Masih Kecil
Belakangan ini ada pemandangan berbeda di setiap simpang lampu lalu lintas. Sekelompok anak-anak dengan tubuh dilumuri cat perak dari wajah hingga kaki terlihat. Baik di Ibu kota, Jakarta maupun kota-kota lain, termasuk Medan, Sumatra Utara.
Dengan bercat perak itu mereka melakukan aksi pantomim. Kemudian menjulurkan tangannya ke setiap pengendara yang berhenti. Mereka mengais rupiah dari aksi-aksi tersebut. Manusia silver, itulah mereka disebut. Mereka ramai terlihat di jalanan apalagi setelah masa pandemik COVID-19 ini.
Seperti 3 anak kecil yang ditemui IDN Times di Jalan Raya Kalimalang, Rabu (12/8/2020). Saat teman sebaya mereka belajar daring di rumah, ketiga anak ini malah mengais rupiah di tengah terik matahari. Inilah kisah di balik cat silver di tubuh mereka.
1. Mengaduh kesakitan, tubuh mungil mereka diguyur cat sablon silver
Tiga anak kecil itu berjalan di pinggir Sungai Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat. Mereka membawa botol bekas minuman berisi cat warna silver beserta kardus.
Seperti 3 anak kecil yang ditemui IDN Times di Jalan Raya Kalimalang, Rabu (12/8/2020). Saat teman sebaya mereka belajar daring di rumah, ketiga anak ini malah mengais rupiah di tengah terik matahari. Inilah kisah di balik cat silver di tubuh mereka.
1. Mengaduh kesakitan, tubuh mungil mereka diguyur cat sablon silver
Tiga anak kecil itu berjalan di pinggir Sungai Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat. Mereka membawa botol bekas minuman berisi cat warna silver beserta kardus.
Marshel (10), Rama (13), dan Toni (14) demikian nama mereka, membuka baju dan hanya menyisakan celana. Mereka kemudian melumuri sekujur tubuhnya mulai dari kepala hingga ujung kaki dengan cat sablon tersebut. Jika kurang tebal, mereka akan mengguyur lagi.
Rama tampak menahan perih, "aduh-duh panas, pelan-pelan masuk mata ni," ucapnya pada Toni yang membantu mengguyurkan cat.
Rama membuka mata pelan-pelan dan melihat badannya sudah berubah warna menjadi silver. Bagi Rama, ini adalah hari pertama dia mengais rezeki dengan menjadi manusia silver.
"Gak perih kok," ujarnya pada IDN Times meski matanya merah dan berair.
2. Tanpa alas kaki, anak-anak silver mengais rupiah di jalanan
Saat jarum jam menunjukkan pukul 10.15 WIB, tanpa alas kaki mereka menapaki pinggir jalan raya Kalimalang sambil membawa kardus dan kaleng bekas cat di tangannya. Ruko dan rumah makan mereka masuki dan menengadahkan tangan.
Tidak sedikit yang mengusir mereka, namun anak-anak tersebut tetap berjalan meski badannya yang berlumur cat tersengat matahari.
3. Marshel, anak yatim piatu yang jadi manusia silver sejak usia 8 tahun
IDN Times memanggil Rama dan Marshel untuk meneduh dan berbincang. Marshel menceritakan, dia sudah menjadi manusia silver selama dua tahun, tepatnya saat usianya masih 8 tahun. Marshel mengaku anak yatim piatu yang hanya diasuh oleh neneknya yang seorang pemulung.
"Jika sepi dapat Rp50 ribu kalau ramai bisalah dapat Rp100 ribu, tapi dibagi-bagi bertiga," ucapnya.
4. Rama baru pertama jadi manusia silver
Sementara itu, Rama mengaku baru pertama menjadi manusia silver. Sebelumnya dia mencari nafkah dengan mengamen. Rama mengatakan, cat sablon memang membuat badan terasa panas tapi dia yakin akan terbiasa.
IDN Times menyentuh tangan mungil yang berlumur cat itu, warna silver tersebut langsung menempel di jari jemari, mengkilap dan berminyak. Tidak mudah untuk membersihkannya dengan kain atau tisu.
"Bersihin digosok pakai plastik kak," ujar Rama.
Rama mengatakan, meski bekerja di jalan tapi dia tetap sekolah. Dia berharap suatu saat akan menjadi pengusaha sukses.
"Saya diajak ini teman-teman, tapi saya tetap sekolah online kok, ini habis belajar ngamen," ungkapnya polos.
Tidak lama berbincang, Toni yang berada di depan meminta Rama dan Marshel agar melanjutkan langkah dan meninggalkan saya.
Toni mengaku apa yang mereka kerjakan merupakan inisiatif sendiri untuk mengisi waktu. "Tidak ada yang nyuruh, ini kami sendiri, tiap hari jalan sampai jam 04.00," ungkapnya.
Dia kemudian menyuruh Rama dan Marshel kembali mengikuti langkahnya, menyodorkan kardus dan kaleng bekas cat dengan menunjukkan badan mungilnya yang berlumuran cat sablon silver.
Indonesia sudah merdeka 75 tahun, tapi masih banyak anak-anak Indonesia yang belum mengecap arti kemerdekaan.
sumber : idntimes.com
Rama tampak menahan perih, "aduh-duh panas, pelan-pelan masuk mata ni," ucapnya pada Toni yang membantu mengguyurkan cat.
Rama membuka mata pelan-pelan dan melihat badannya sudah berubah warna menjadi silver. Bagi Rama, ini adalah hari pertama dia mengais rezeki dengan menjadi manusia silver.
"Gak perih kok," ujarnya pada IDN Times meski matanya merah dan berair.
2. Tanpa alas kaki, anak-anak silver mengais rupiah di jalanan
Saat jarum jam menunjukkan pukul 10.15 WIB, tanpa alas kaki mereka menapaki pinggir jalan raya Kalimalang sambil membawa kardus dan kaleng bekas cat di tangannya. Ruko dan rumah makan mereka masuki dan menengadahkan tangan.
Tidak sedikit yang mengusir mereka, namun anak-anak tersebut tetap berjalan meski badannya yang berlumur cat tersengat matahari.
3. Marshel, anak yatim piatu yang jadi manusia silver sejak usia 8 tahun
IDN Times memanggil Rama dan Marshel untuk meneduh dan berbincang. Marshel menceritakan, dia sudah menjadi manusia silver selama dua tahun, tepatnya saat usianya masih 8 tahun. Marshel mengaku anak yatim piatu yang hanya diasuh oleh neneknya yang seorang pemulung.
"Jika sepi dapat Rp50 ribu kalau ramai bisalah dapat Rp100 ribu, tapi dibagi-bagi bertiga," ucapnya.
4. Rama baru pertama jadi manusia silver
Sementara itu, Rama mengaku baru pertama menjadi manusia silver. Sebelumnya dia mencari nafkah dengan mengamen. Rama mengatakan, cat sablon memang membuat badan terasa panas tapi dia yakin akan terbiasa.
IDN Times menyentuh tangan mungil yang berlumur cat itu, warna silver tersebut langsung menempel di jari jemari, mengkilap dan berminyak. Tidak mudah untuk membersihkannya dengan kain atau tisu.
"Bersihin digosok pakai plastik kak," ujar Rama.
Rama mengatakan, meski bekerja di jalan tapi dia tetap sekolah. Dia berharap suatu saat akan menjadi pengusaha sukses.
"Saya diajak ini teman-teman, tapi saya tetap sekolah online kok, ini habis belajar ngamen," ungkapnya polos.
Tidak lama berbincang, Toni yang berada di depan meminta Rama dan Marshel agar melanjutkan langkah dan meninggalkan saya.
Toni mengaku apa yang mereka kerjakan merupakan inisiatif sendiri untuk mengisi waktu. "Tidak ada yang nyuruh, ini kami sendiri, tiap hari jalan sampai jam 04.00," ungkapnya.
Dia kemudian menyuruh Rama dan Marshel kembali mengikuti langkahnya, menyodorkan kardus dan kaleng bekas cat dengan menunjukkan badan mungilnya yang berlumuran cat sablon silver.
Indonesia sudah merdeka 75 tahun, tapi masih banyak anak-anak Indonesia yang belum mengecap arti kemerdekaan.
sumber : idntimes.com
0 Response to "Kisah Bocah-bocah Manusia Silver Berpeluh Mengais Rupiah di Jalanan, Kasihan, Ada Yang Masih Kecil"
Posting Komentar